Jelajah Akulturasi Budaya Nusantara
Sebuah perjalanan interaktif untuk memahami bagaimana budaya lokal Nusantara berpadu dengan pengaruh Hindu-Buddha dan Islam, menciptakan warisan yang unik dan kaya.
Masa Hindu-Buddha
Sebelum pengaruh India, masyarakat dipimpin oleh kepala suku (*primus inter pares*). Masuknya Hindu-Buddha memperkenalkan sistem **monarki** atau kerajaan. Konsep **Dewa Raja**, di mana raja dianggap sebagai titisan dewa, digunakan untuk melegitimasi dan memperkuat kekuasaan penguasa secara politik dan spiritual.
Masa Islam
Kerajaan Islam atau **kesultanan** melanjutkan sistem monarki. Gelar "raja" digantikan dengan "sultan". Meskipun konsep Dewa Raja ditinggalkan, sultan tetap dianggap sebagai **khalifah** atau pemimpin umat Islam di wilayahnya, yang memberinya legitimasi religius yang kuat. Struktur birokrasi kerajaan seringkali tetap dipertahankan.
Masa Hindu-Buddha
Akulturasi paling jelas terlihat pada candi. Bangunan suci ini memadukan fungsi dan kosmologi Hindu-Buddha dengan struktur asli Nusantara berupa **Punden Berundak** (bangunan pemujaan leluhur yang bertingkat-tingkat).
Representasi Punden Berundak
Masa Islam
Masjid-masjid kuno di Indonesia, seperti Masjid Agung Demak, tidak langsung mengadopsi kubah. Atapnya berbentuk **tumpang** (bertingkat), yang merupakan adaptasi dari atap *meru* pada bangunan suci Hindu-Bali dan konsep punden berundak.
Representasi Atap Tumpang
Masa Hindu-Buddha
Seni Ukir & Relief:
Kisah epik dari India seperti **Ramayana** dan **Mahabharata** dipahatkan di dinding candi. Namun, penggambaran tokoh, pakaian, hewan, dan alamnya disesuaikan dengan suasana dan budaya lokal Nusantara, menciptakan gaya seni yang khas.
Masa Islam
Seni Pertunjukan:
Para Walisongo menggunakan kesenian yang sudah ada sebagai media dakwah. **Wayang Kulit** tetap populer dengan cerita Hindu, namun disisipi nilai-nilai Islam. Musik **gamelan** juga digunakan dalam perayaan Islam seperti Sekaten.
Masa Hindu-Buddha
Aksara & Bahasa:
Pengenalan **Aksara Pallawa** dan **Bahasa Sanskerta** memicu lahirnya tradisi tulis. Aksara dan bahasa ini digunakan dalam prasasti dan kitab.
Karya Sastra:
Epik India digubah ulang oleh pujangga lokal menjadi karya sastra agung seperti **Kitab Bharatayudha** dan **Arjunawiwaha**, yang disesuaikan dengan filosofi dan nilai-nilai Jawa kuno.
Masa Islam
Aksara & Bahasa:
Bahasa Melayu menjadi lingua franca dan diperkaya dengan kosakata dari Bahasa Arab. **Aksara Arab-Melayu (Jawi)** digunakan secara luas untuk penulisan.
Karya Sastra:
Genre sastra baru muncul, seperti **Hikayat** (kisah kepahlawanan Islam), **Babad** (sejarah raja-raja yang diislamkan), dan **Syair** (puisi bernuansa Islami).
Masa Hindu-Buddha
Kepercayaan & Pemujaan:
Kepercayaan animisme dan dinamisme lokal berakulturasi dengan Hindu-Buddha. Pemujaan terhadap roh leluhur di tempat-tempat tinggi (gunung) tetap berjalan, berdampingan dengan pemujaan dewa-dewa Hindu atau konsep pencerahan Buddha.
Masa Islam
Ziarah & Kalender:
Tradisi menghormati leluhur diakomodasi menjadi tradisi **ziarah** ke makam ulama atau Walisongo. Sistem **Kalender Saka** (Hindu) diakulturasikan dengan **Kalender Hijriah** (Islam) oleh Sultan Agung dari Mataram, menghasilkan Kalender Jawa Islam yang masih digunakan hingga kini.
Kuis Pengetahuan Budaya Nusantara
Uji pemahaman Anda tentang konsep akulturasi budaya yang telah dijelajahi. Jawab 5 soal pilihan ganda dan 5 soal esai di bawah ini.